Sunday, January 12, 2014

Review: Melbourne

Judul: Melbourne
Pengarang: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 324 halaman
Rating: 3/5 Bintang

Pembaca tersayang,

Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.

Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.

Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.

Setiap tempat punya cerita.
Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Me
lbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.

Enjoy the journey.

5 tahun yang lalu, Max pergi ke New York meninggalkan Melbourne dengan tujuan mengejar obsesinya yang selalu tentang cahaya. Meninggalkan seseorang yang amat ia cintai tanpa tujuan untuk kembali.

Kini ia berada di airport yang sama di Melbourne, menunggu bagasinya dan siap untuk kembali tinggal di Melbourne. Sebuah siaran radio tengah malam meninggatkanya pada orang yang Ia cintai dulu.

5 tahun lalu, Laura menyaksikan cintanya pergi untuk mengejar obsesinya, meninggalkan dia. Kini ia sudah melupakan masa itu dan berkerja sebagai penyiar radio dari pukul 10 malam - 2 pagi. Siapa yang sangka suaranya akan mengantar dia bertemu orang yang di cintainya itu.

Awalnya pertemuan Max dan Laura hanya untuk mengenal satu sama lain lagi, menanyakan apa yang terjadi setelah lima tahun itu, perkerjaan yang ditekuni dan lainnya di sebuah cafe di Melbourne. Cafe yang dulunya sering mereka datangi bersama.

Pertemuan demi pertemuan sudah mereka lalui. Max dan Laura berteman. Atau itulah yang Laura katakan pada Cee, sahabatnya. Namun setiap pertemuan selalu membawa kembali kenangan yang pernah terjadi. Apalagi disaat salah satunya belum mampu melepas kenangan itu. Dan yang satunya terlalu sibuk membohongi perasaan sendiri.

Di sebuah cafe bernama Prudence, Max dan Laura akan bertarung satu sama lain melawan hati mereka.

*************************************

First Indonesian book I read this year. Melbourne ini adalah novel kedua STPC yang aku baca. Sejujurnya kurang klik sama novel ini. Entah mengapa agak kecewa sama mbak Winna, tidak sepuas membaca Refrain. Tapi buku ini cukup menghibur, membayangkan Melbourne (eventhough belum pernah kesana), mengetahui lagu lagu yang ada di buku ini ( teringat betapa dulu sangat cinta sama lagu 'built to last) dan berimajinasi akan karakter Evan dan Max (entah mengapa denger nama Max. Inget Max Irons). Terlepas dari kurang klik sama novel ini, aku penasaran juga sama cerita STPC lainya. Next destination, Bangkok, maybe?

No comments:

Post a Comment