Thursday, April 18, 2013

Review: Negeri 5 Menara


Judul: Negeri 5 Menara
Pengarang: A. Fuadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 420 halaman

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.

Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.



Cerita dimulai dengan Alif, yang kini berada di Washington D.C, USA. Mendapat pesan dari sahabat lamanya dulu, pesan itulah yang membawa Alif akan kenangannya dulu,kenangan akan masa-masanya di PM. Disinilah cerita sebenarnya dimulai.

Alif,seorang pemuda yang baru lulus SMP,dengan cita-cita bersama Randai untuk masuk SMA di Bukittinggi. Tapi cita-citanya kandas karena keinginan ibunya untuk menyekolahkan Alif di sekolah agama. Untuk Alif 3tahun di Madrasah sudahlah cukup. Kini waktunya untuk memperdalam ilmu non-agama. Marah karena keinginan ibunya Alif mengurung diri. Hingga dia membaca surat dari Pamannya mengenai Pondok Modern di daerah terpencil di Jawa Timur. Keputusanya bulat. Ia akan masuk ke Pondok itu.

Perjalanan 3hari berlalu melintasi Sumatera- Jawa. Tibalah Alif disana. Dengan setengah hati Alif memulai hidup barunya. Tapi didalam hatinya selalu ada keraguannya dengan menjalani pendidikan di Pondok Madani ini.Bagaimana mungkin dia sanggup berbahasa Arab dan Inggris hanya dalam waktu beberapa bulan?Sanggupkah dia dengan rutinitas di Pondok Madani yang seolah tiada habisnyaMantera yang disampaikan Ustad Salman lah yang menjadi dasar kekuatanya untuk bertahan di Pondok Madani. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil!.

Setiap dia berteriak, kami menyalak balik dengan kata-kata yang sama, man jadda wajada. Mantera ajaib berbahasa arab ini bermakna tegas: 'Siapa yang bersungguh-sungguh,akan berhasil.'

Dipersatukan oleh hukuman jewer oleh Tyson,kepala keamanan di Pondok Madani, Alif berteman dengan Atang dari Bandung,Baso dari Gowa, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Madura, bersama-sama mereka menjadi sahabat yang sering berkumpul dibawah menara disebelah masjid,sehingga mereka dijuluki Sahibul Mernara, atau pemilik menara. Dibawah menara inilah ber-enam membayangkan masa depan berbagi cerita dan saling menguatkan.


Alif juga ingat mantera lain yang diberikan di pondok ini, man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung. Dan kunci untuk bertahan dipondok ini,yaitu ikhlas.

Tapi keyakinan Alif selalu goyah tiap datangnya surat Randai, tentang bagaimana kehidupan SMA Randai dan cita-cita yang dulu mereka bangun bersama kini hanya diraih Randai seorang dan bagaimana nasibnya setelah lulus dari PM. Namun, Alif percaya, jangan pernah meremehkan mimpi walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
______________________________________

Kelar baca buku ini masih menganga karena takjub sama jalan ceritanya, bertemakan pendidikan islami A.Fuadi menyuggihkan cerita penuh inspirasi yang membuat semangat menuntut ilmu dan meraih mimpi bergelora. Hal yang menarik juga adalah karena digambarkan Alif adalah orang Padang, yang ketika membaca ceritanya juga bikin kangen sama Padang,karena aku juga orang padang. hehe. Buku ini bener-bener ngebuka mata soal Ilmu dan Islam. Bahwa uthub ilma minal mahdi ila lahdi, tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat. Ceritanya benar-benar menarik terutama cerita mengenai Baso dihalaman 360an yang bikin aku merinding bacanya.


Overall puas bangett baca buku ini, bikin bener-bener pengen belajar supaya sukses. Dan aku berpikir kalau Pondok Pesantren seperti Pondok Madani,aku mau dimasukin ke Pondok itu,hehe.
4.5 / 5 untuk Negeri 5 Menara.
"Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang tidak yakin dengan kami berdua, dan sangat percaya bahwa awan itu berbentuk benua Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks benua Asia. Sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis, awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi, walaupun sejujurnya juga tidak tahu bagaimana merealisasikanya.Tapi kun fayakun, maka semula awan impian,kini hidup yang nyata.

No comments:

Post a Comment