Thursday, March 24, 2016

Review: The Girl on the Train

Judul: The Girl on the Train
Pengarang: Paula Hawkins
Penerbit: Noura Books
Tebal:  440 Halaman
Rating: 3/5 Bintang

Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Setiap hari dia terguncang-guncang di dalamnya, melintasi sederetan rumah-rumah di pinggiran kota yang nyaman, kemudian berhenti di perlintasan yang memungkinkannya melihat sepasangan suami istri menikmati sarapan mereka di teras setiap harinya. Dia bahkan mulai merasa seolah-olah mengenal mereka secara pribadi. “Jess dan Jason,” begitu dia menyebut mereka. Kehidupan mereka-seperti yang dilihatnya-begitu sempurna. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya sendiri yang baru saja hilang.
Namun kemudian, dia menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini segalanya berubah. Tak mampu merahasiakannya, Rachel melaporkan yang dia lihat kepada polisi dan menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Apakah dia telah melakukan kejahatan alih-alih kebaikan?

“I can’t do this, I can’t just be a wife. I don’t understand how anyone does it—there is literally nothing to do but wait. Wait for a man to come home and love you. Either that or look around for something to distract you.”

Buku ini diceritakan dalam 3 POV, Rachel,Anna dan Megan. Garis besarnya, Rachel bercerai dari Tom dan hidupnya jadi berantakan,tapi Rachel ini masih suka 'rese' sama kehidupan Tom,menelepon malam-malam,seolah menguntit Anna dan anaknya. Selain itu Rachel ini menjadikan Jess&Jason sebagai 'OTP'nya, sehingga Rachel bisa dibilang cukup delusional. Suatu hari,ada berita yang mengatakan bahwa Megan hilang, Rachel langsung sadar kalau namanya Jess itu adalah Megan dan Jason adalah Scott. Sehari sebelum hilangnya Megan,Rachel melihat kalau Megan berciuman dengan orang lain dan malam saat Megan menghilang Rachel merasa tau bagaimana kejadinya, hanya saja karena dia mabuk,jadi ingatannya jadi kabur.Dari potongan ingatan-ingatannya Rachel berusaha membantu penyelidikan dalam mencari Megan.

“I have lost control over everything, even the places in my head.”

Alasan kenapa aku beli buku ini adalah karena banyak yang bilang mirip Gone Girl. Aku sendiri memamg belum pernah membaca Gone Girl karena keburu nonton filmnya duluan, tapi aku rasa buku ini ga bisa dibilang 'The next Gone Girl',kenapa? Karena biarpun mirip, tapi bukunya nggak segereget Gone Girl. Sekitar 100-200 halaman aku merasa buku ini agak membosankan dan Rachel ini cukup annoying karena ngurusin hidupnya 'Jess&Jason' terus. Tapi beberapa halaman selanjutnya baru lumayan seru.
Jujur saja,plot twist yang ada dibuku ini yang bikin aku mau memberi 3 bintang (Niat awalnya 2 bintang cukup). Plot twist buku ini cukup bikin aku "anjir" "nggak nyangka" "jahat banget". Dan satu lagi alasannya,karena ada 'Bali' dibuku ini,walaupun nggak benar-benar Bali,tapi aku selalu merasa 'WOOW' kalau ada penulis buku dari luar negeri yang 'nyelipin' Indonesia dibukunya.
So,thats my review about The Girl on the Train :)

“Hollowness: that I understand. I'm starting to believe that there isn't anything you can do to fix it. That's what I've taken from the therapy sessions: the holes in your life are permanent. You have to grow around them, like tree roots around concrete; you mold yourself through the gaps”


No comments:

Post a Comment